Saturday, January 15, 2011

PSSI, LPI dan Surat Palsu

Saya baru baca berita heboh lagi seputar perseteruan Perserikatan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI). Kali ini mengenai adanya surat dari Federation Internationale de Football Association (FIFA) tertanggal 11 Januari 2011 yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PSSI, yang pada pokoknya merestui PSSI untuk menindak semua klub, pelatih, pengurus, ofisial, pemain dan agen yang terlibat di LPI karena dianggap melanggar Statuta FIFA.

Beberapa kalangan meragukan keaslian surat dari FIFA tersebut. Dari soal keengganan pihak PSSI untuk memberikan salinan surat tersebut kepada media massa, begitu cepatnya respon FIFA terhadap surat yang dikirim oleh PSSI, sampai dengan kesalahan tata bahasa yang tidak perlu dalam beberapa kalimat di surat tersebut.

Saya tidak akan membahas lagi tentang palsu tidaknya surat FIFA tersebut. Saya lebih tertarik untuk membahas segi hukum pembuktian terhadap dugaan pemalsuan surat FIFA tersebut.

Pemalsuan Surat

Menurut Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. Bagi pemakai surat palsu tersebut juga diancam dengan pidana penjara yang sama dengan pembuatnya.

Apabila aparat penegak hukum akan menindaklanjuti dugaan pemalsuan surat dari FIFA tersebut, maka setidaknya akan dikaji dulu pemenuhan unsur-unsur dari Pasal 263 ayat (1) KUHP tersebut, yaitu sebagai berikut:

  1. harus dapat dibuktikan bahwa FIFA memang tidak pernah membuat surat tertanggal 11 Januari 2011 tersebut, sehingga benar ada orang yang membuat surat palsu;
  1. harus dapat dibuktikan bahwa surat palsu tersebut menimbulkan hak bagi PSSI untuk menindak klub, pelatih, pengurus, ofisial, pemain dan agen yang terlibat di LPI, atau surat palsu tersebut akan dijadikan bukti untuk melakukan tindakan disiplin tersebut;
  1. harus dapat dibuktikan bahwa PSSI memang bermaksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat FIFA tersebut untuk melakukan tindakan disiplin tersebut; dan
  1. harus dapat dibuktikan bahwa pemakaian surat FIFA palsu itu dapat menimbulkan kerugian bagi klub, pelatih, pengurus, ofisial, pemain dan agen yang terlibat di LPI.

Apabila seluruh unsur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP dapat dibuktikan maka pembuat surat palsu tersebut dapat diancam pidana penjara maksimum 6 (enam) tahun. Apabila satu saja unsur dalam pasal tersebut tidak dapat dibuktikan maka hal itu dapat menggugurkan ancaman pidana pemalsuan surat tersebut.

Labels: , , , , ,

Sunday, January 09, 2011

Komentar atas Pernyataan Menkominfo soal RIM

oleh Ari Juliano Gema

Saya tertarik untuk mengomentari pernyataan Menkominfo Bapak Tifatul Sembiring lewat akun twitternya terkait dengan rencana pemblokiran layanan Research in Motion Ltd (RIM) di Indonesia. Komentar ini hanya pendapat pribadi dan tidak ada urusannya dengan kepentingan bisnis RIM atau pihak-pihak lainnya. Kalimat yang dicetak miring adalah pernyataan Bapak Tifatul Sembiring dan komentar saya langsung sampaikan untuk setiap pernyataannya.

  1. Kita minta RIM agar hormati & patuhi peraturan-perundangan yang berlaku di Indonesia, terkait dengan UU 36/1999, UU 11/2008 dan UU 44/2008.

Prinsipnya, setiap orang atau badan hukum yang berdomisili dan/atau berusaha di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Apabila suatu perusahaan menjual produknya di Indonesia meski tidak berdiri berdasarkan hukum Indonesia, maka produk yang masuk ke Indonesia tersebut wajib memenuhi persyaratan atau spesifikasi teknis yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

  1. Kita minta RIM agar buka perwakilan di Indonesia, karena pelanggan RIM di Indonesia untuk Blackberry sudah lebih dari 2 juta.

Menurut UU Perlindungan Konsumen, importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri. Dengan demikian, segala kewajiban dari produsen barang yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen, termasuk menyediakan service center, dapat dibebankan kepada importir barang. Sehingga pembebanan kewajiban itu tidak perlu menunggu adanya agen atau perwakilan langsung dari pembuat barang di luar negeri.

  1. Kita Minta RIM agar membuka service center di Indonesia untuk melayani dan mudahkan pelanggan mereka yg juga WNI.

Lihat penjelasan saya untuk No. 2

  1. Kita minta RIM agar merekrut dan menyerap tenaga kerja Indonesia secara layak dan proporsional.

Apabila perusahaan asing mendirikan anak perusahaan atau kantor perwakilan di Indonesia, memang ada kewajiban untuk menggunakan tenaga kerja indonesia secara proporsional dibandingkan dengan tenaga kerja asing. Informasi terakhir yang saya dapat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengenai perbandingan jumlah tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia itu adalah minimal 1 : 3. Ketentuan itu hanya berlaku bagi anak perusahaan atau kantor perwakilan dari perusahaan asing di Indonesia, bukan perusahaan asingnya.

  1. Kita minta RIM agar sebanyak mungkin menggunakan konten lokal Indonesia, khususnya mengenai software.

Ada kewajiban bagi penyedia jasa atau barang (vendor) bagi proyek-proyek Pemerintah atau BUMN untuk menggunakan sumber daya/konten lokal semaksimal mungkin. Tapi saya tidak tahu kalau ada peraturan yang mewajibkan semua produk luar negeri yang dijual di Indonesia untuk menggunakan konten lokal, apalagi kalau kewajiban itu berlaku secara diskriminatif terhadap produk tertentu saja.

  1. Kita minta RIM agar memasang software blocking terhadap situs2 porno, sebagaimana operator lain sudah mematuhinya.

Operator telekomunikasi yang mendapat ijin untuk menyelenggarakan telekomunikasi di Indonesia memang wajib mematuhi peraturan perundang-undangan di Indonesia. Saya tidak tahu seberapa efektif kemampuan pemerintah untuk memaksa perusahaan asing yang bukan operator telekomunikasi untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk operator telekomunikasi di Indonesia. Apalagi jika pemaksaan itu dilakukan secara diskriminatif terhadap perusahaan atau produk tertentu saja. Hal ini bisa berdampak buruk terhadap hubungan perdagangan Indonesia dengan negara asal perusahaan/produk

  1. Kita minta RIM agar bangun server/repeater di Indonesia, agar aparat hukum dapat lakukan penyelidikan terhadap pelaku kejahatan termasuk koruptor.

Apabila berbicara mengenai national security dalam kaitannya dengan informasi dan komunikasi, maka yang perlu diatur adalah jaringan/jasa telekomunikasi yang dikelola operator telekomunikasi dan saluran-saluran internet, bukan soal membangun server/repeater. Lagipula, banyak metode yang bisa dilakukan aparat penegak hukum untuk menyelidiki kejahatan tanpa bergantung dibangun atau tidaknya server/repeater tersebut


Labels: , , , ,