Wednesday, March 31, 2010

Tindak Tegas Pelanggar UU Perlindungan Anak!

oleh Ari Juliano Gema

Terus terang, saya miris melihat video yang belakangan ini tersebar di media sosial yang menampilkan perilaku tidak pantas dari seorang anak di bawah umur. Meski sang anak terlihat gembira melakukan hal yang tidak pantas itu, namun bukan berarti orang-orang dewasa disekitarnya bisa lepas tanggung jawab.

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur banyak ketentuan yang melindungi kepentingan anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan yang salah atau tidak pantas.

Salah satu contohnya, dalam tayangan video itu terlihat sang anak merokok. Tentunya ada orang dewasa yang mengajari anak itu merokok. Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, rokok sebagai produk yang mengandung tembakau adalah zat adiktif. UU Perlindungan Anak secara tegas memberikan sanksi kepada setiap orang yang dengan sengaja membiarkan, melibatkan, atau menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan zat adiktif. Sanksi pidana minimal 2 tahun penjara siap menanti.

Jadi, perbuatan orang-orang dewasa yang ada di sekitar anak itu jelas telah melanggar UU Perlindungan Anak. Video yang tersebar di media sosial dapat dijadikan bukti awal bagi polisi untuk menyelidiki pelanggaran UU Perlindungan Anak tersebut. Menurut UU Informasi dan Transaksi Elektronik, video itu dapat menjadi alat bukti hukum yang sah apabila kasus itu diproses sampai ke pengadilan.


Tentunya kita berharap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) (http://kpai.go.id) yang dibentuk berdasarkan UU Perlindungan Anak, yang salah satu tugasnya melakukan pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, bisa lebih proaktif memantau beredarnya video-video atau gambar-gambar sejenis yang disebar melalui media sosial, agar pelakunya dapat segera ditindak.


Masyarakat juga punya peran penting dalam membantu melokalisir penyebaran video atau gambar-gambar hasil perbuatan yang melanggar UU Perlindungan Anak itu agar efek negatif terhadap diri si anak bisa diminimalisir. Tentu juga perlu segera melaporkan hal itu kepada pihak yang berwenang.


Kalau tidak mau repot berurusan dengan pihak kepolisian dalam melaporkan hal itu, cukup adukan saja kepada KPAI melalui telpon: 021 31901446, fax: 021 3900833 atau e-mail: informasi@kpai.go.id.



*bisa dibaca juga di: http://lintasan.dagdigdug.com


Labels: , , ,

Saturday, March 20, 2010

Sony Corp. vs. Sony AK: Merek vs. Nama Domain?

oleh Ari Juliano Gema


Setelah heboh somasi Sony Corp. kepada Sony AK berkaitan dengan nama domain 'sony-ak.com' yang didaftarkan Sony AK, saya sempat membuat janji untuk bertemu dengan Sony AK karena penasaran ingin tahu masalahnya langsung dari tangan pertama. Dari obrolan dengan Sony AK, diketahui bahwa kuasa hukum Sony Corp. menganggap nama domain 'sony-ak.com' telah melanggar merek Sony Corp.


Saya pikir perlu hati-hati dalam memahami hubungan merek dengan nama domain, karena menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia terdapat perbedaan prinsip diantara keduanya, yaitu:


Pertama, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Nama domain adalah alamat internet penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet. Dengan demikian, terlihat bahwa nama domain hanyalah sekedar penunjuk lokasi tertentu dalam internet dan tidak selalu digunakan dalam kegiatan barang atau jasa seperti merek.


Kedua, pendaftaran merek dilakukan melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan HAM RI (Dirjen HKI). Sedang untuk mendapatkan nama domain, seseorang dapat membelinya melalui pengelola nama domain, baik di dalam maupun di luar negeri, yang memiliki otoritas sebagai pengelola nama domain. Dengan demikian terlihat bahwa rezim pendaftaran merek dan nama domain berbeda.


Ketiga, pendaftaran merek dan nama domain sama-sama menganut prinsip pendaftar pertama (first file), yaitu pihak yang melakukan pendaftaran pertama kali akan dianggap sebagai pemiliknya. Namun, pendaftaran nama domain tidak membutuhkan serangkaian pemeriksaan seperti halnya pendaftaran merek. Dirjen HKI melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pendaftaran merek untuk memastikan bahwa merek yang didaftarkan tidak sama secara keseluruhan atau pada pokoknya dengan merek yang telah didaftarkan sebelumnya, atau memastikan pendaftaran merek dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Keempat, pendaftaran merek punya kemungkinan ditolak apabila merek yang didaftarkan sama secara keseluruhan atau pada pokoknya dengan merek yang telah didaftarkan sebelumnya, atau pendaftaran merek dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedang untuk nama domain, sepanjang belum ada orang yang mendaftarkan nama domain yang sama, setiap orang dapat memperoleh nama domain yang diinginkannya.


Sehubungan dengan perbedaan prinsip di atas, dapat dipahami apabila pemilik merek tidak dapat secara otomatis memiliki nama domain yang sama dengan mereknya. Inilah yang kemudian menimbulkan perselisihan dalam prakteknya.


UDRP


Oleh karena itu, Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN), sebuah organisasi non-profit yang bertugas mengatur dan mengawasi sistem registrasi dan pemanfaatan nama domain, membuat suatu panduan dalam menyelesaikan perselisihan dalam pemanfaatan nama domain, yaitu Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP) yang berlaku efektif sejak 26 Agustus 1999 (http://www.icann.org/en/dndr/udrp/policy.htm). Menurut UDRP, suatu pihak dapat meminta pengelola nama domain untuk membatalkan, memindahkan, serta mengubah nama domain yang telah didaftarkan oleh pihak pemegang nama domain, karena adanya putusan atau perintah dari lembaga pengadilan maupun forum arbitrase yang berwenang.


Nama domain dapat dimohonkan pembatalan apabila dianggap telah didaftarkan dengan itikad buruk (bad faith). UDRP memberikan panduan sebagai langkah awal untuk menilai apakah nama domain telah didaftarkan dengan itikad buruk (bad faith), yaitu:


Pertama, pemegang nama domain mendaftarkan nama domain dengan tujuan untuk menjual, menyewakan, atau memindahkan nama domain tersebut kepada pemilik merek terdaftar dengan sejumlah imbalan tertentu, atau menjualnya kepada pesaing dari pemilik merek terdaftar.


Kedua, pemegang nama domain dengan sengaja mendaftarkan suatu nama domain untuk menghalangi pemilik merek terdaftar memiliki nama domain sesuai dengan merek yang dimilikinya.


Ketiga, pemegang nama domain mendaftarkan suatu nama domain dengan tujuan untuk mengganggu bisnis yang dijalankan oleh pesaing bisnisnya.


Keempat, pemegang nama domain secara sengaja berusaha untuk menarik perhatian publik dengan mendaftarkan nama domain yang sama atau mirip dengan merek yang didaftarkan pihak lain, sehingga membingungkan konsumen dari merek tersebut.


Suatu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan nama domain melalui lembaga-lembaga yang dibentuk oleh ICANN (http://www.icann.org/en/dndr/udrp/approved-providers.htm). Putusan dari lembaga tersebut dapat dieksekusi setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal putusan dan tidak ada putusan pengadilan atau lembaga arbitrase yang bertentangan dengan putusan lembaga tersebut dalam waktu 10 (sepuluh) hari tersebut. Penyelesaian melalui mekanisme UDRP tidak menutup kemungkinan bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan, arbitrase atau mekanisme penyelesaian lain, jika materi gugatan menyangkut hal-hal lain diluar permohonan pembatalan nama domain, seperti tuntutan ganti rugi misalnya.


Oleh karena itu, sebenarnya sah saja Sony Corp. melalui kuasa hukumnya mengajukan somasi kepada Sony AK berkenaan dengan nama domain ”sony-ak.com” yang dimilikinya. Namun, Sony Corp. harus memahami dulu perbedaan prinsip antara merek dan nama domain, dan harus dapat membuktikan bahwa Sony AK melakukan pendaftaran nama domain dengan itikad buruk.


Upaya Sony AK


Berdasarkan diskusi dengan Sony AK, saya berpendapat bahwa Sony AK sebenarnya telah melakukan beberapa hal yang dapat memperkuat posisi hukumnya dalam menghadapi upaya hukum berkenaan dengan nama domain yang dimilikinya itu, yaitu:


Pertama, Sony AK mendaftarkan nama domain sesuai dengan namanya sendiri. Dengan begitu, dugaan dia memiliki itikad buruk ketika mendaftarkan nama domain telah gugur dengan sendirinya.


Kedua, isi situs yang beralamat di ”sony-ak.com” itu sama sekali tidak menampilkan logo, merek atau produk-produk yang dijual oleh Sony Corp, dan tidak juga menampilkan produk yang dijual oleh pesaing Sony Corp. Dengan begitu, keberadaan situs itu tidak akan membingungkan konsumen Sony Corp.


Ketiga, Sony AK tidak bermaksud mengkomersilkan situs tersebut dengan memasang iklan atau bentuk-bentuk komersialisasi lainnya, sehingga kecurigaan bahwa Sony AK ingin menangguk keuntungan dari kemiripan nama domain dengan merek milik Sony Corp. itu telah gugur dengan sendirinya.


Keempat, Sony AK memasang disclaimer pada situsnya yang pada pokoknya menyatakan bahwa situs itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan Sony Corp. dan produk-produknya.


Saya pikir empat hal di atas sangat baik untuk diperhatikan siapa saja yang berniat membeli dan menggunakan nama domain untuk alamat situsnya. Hal itu penting sebagai upaya memperkuat posisi hukum ketika ada masalah di kemudian hari.



Labels: , , , , , ,