Saturday, November 16, 2013

Daftarkan Merek Sejak Ide Masih di Kepala!


oleh Ari Juliano Gema

Dalam beberapa kali kesempatan sharing tentang hak kekayaan intelektual (HKI), saya menyampaikan bahwa dalam menjalankan usaha setidaknya ada enam jenis HKI yang perlu dilindungi, yaitu merek, hak cipta, disain industri, paten, rahasia dagang dan disain tata letak sirkuit terpadu. Dalam satu produk bisa mengandung lebih dari satu jenis perlindungan HKI. Seperti misalnya, program komputer yang bisa memiliki merek dan dilindungi hak cipta.  

Setiap kali itu juga, saya selalu mendapat pertanyaan yang sama: mengingat keterbatasan budget sebagai wirausaha pemula (start-up), apakah setiap jenis HKI yang ada dalam produk tersebut harus didaftarkan? Idealnya, ya. Tapi jika memang budget sangat terbatas, setidaknya harus diprioritaskan pendaftaran mereknya dulu di Direktorat Jenderal HKI (Ditjen HKI). Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

Sebegitu pentingnya pendaftaran merek, sampai saya menganjurkan agar merek seharusnya sudah didaftarkan sejak ide bisnis atau ide untuk membuat suatu produk masih di kepala. Mengapa?

Pertama, tidak ada larangan untuk mendaftarkan merek meski atas nama pribadi atau belum ada produk yang dipasarkan. Namun, memang ada ketentuan dalam UU Merek yang mengatakan bahwa apabila merek yang telah terdaftar tidak digunakan dalam perdagangan barang atau jasa selama tiga tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, maka Ditjen HKI berwenang untuk menghapus pendaftaran tersebut. Hal ini justru seharusnya bisa menjadi pendorong bagi wirausaha pemula untuk segera mengeksekusi idenya dan mempersiapkan produknya.  

Kedua, prinsip pendaftaran merek adalah first to file. Jadi siapa yang mendaftar merek terlebih dahulu, merek itulah yang akan mendapatkan perlindungan dari Negara. Siapa cepat, dia dapat. Tidak peduli apakah suatu merek telah lama digunakan seseorang, jika ada orang lain yang mendaftarkan terlebih dahulu, maka orang yang mendaftarkan itulah yang mereknya dilindungi. Jadi jangan sampai menyesal jika merek yang sudah kita persiapkan dengan baik ternyata didaftarkan lebih dulu oleh orang lain hanya karena kita menunda-nunda pendaftarannya.

Ketiga, merek merupakan representasi produk atau perusahaan. Ibarat tubuh manusia, merek adalah wajahnya. Jika merek kita yang sudah terlanjur dikenal orang ternyata tidak boleh dipakai lagi karena sudah didaftarkan orang lain lebih dulu, tentu akan sangat merugikan. Sudah banyak contoh wirausaha yang hanya bisa marah-marah ketika orang lain menggunakan mereknya atau harus mengganti mereknya hanya karena lupa, menunda atau tidak tahu bagaimana mendaftarkan mereknya. Bisa dibayangkan berapa banyak waktu, biaya dan tenaga yang sudah dihabiskan untuk membangun merek tersebut. Belum lagi upaya yang harus dilakukan untuk memperkenalkan kembali merek baru kepada konsumen jika wirausaha memutuskan mengganti mereknya tersebut.



Foto: Inventionmachine.com

Saturday, November 09, 2013

3 Hal Penting Bagi Wirausaha Pemula

oleh Ari Juliano Gema

Beberapa waktu lalu, saya diundang untuk memberikan materi mengenai aspek hukum dan hak kekayaan intelektual (HKI) bagi peserta Nutrifood Leadership Award (NLA) 2013. NLA ini adalah ajang penghargaan bagi mahasiswa yang diselenggarakan oleh Nutrifood dalam rangka mengapresiasi dan mempersiapkan kepemimpinan di Indonesia. Karena tema NLA tahun ini adalah “Social Entrepreneurship”, maka peserta dibekali dengan materi mengenai pengetahuan dan keterampilan dasar dalam membangun usaha, termasuk aspek hukum dan HKI.    

Pada kesempatan tersebut, saya menekankan tiga hal penting yang harus jadi perhatian utama bagi wirausaha pemula (start-up) terkait aspek hukum dalam berusaha, yaitu:

1.              Memastikan segala hal tertulis dan tersimpan dengan baik

Sebagai wirausaha tentu akan banyak melakukan transaksi atau kesepakatan dengan banyak pihak, termasuk dengan mitra usaha dan vendor. Untuk itu, segala transaksi atau kesepakatan sekecil apapun harus dibiasakan dibuat dalam bentuk tertulis, termasuk membuat berita acara saat rapat dengan pihak manapun. Hal ini penting sebagai pengingat adanya hak dan kewajiban bagi para pihak untuk menghindari perbedaan pendapat dan perselisihan di kemudian hari.

Selain itu, juga harus dibiasakan menyimpan dengan baik segala catatan dan dokumen terkait kegiatan usaha. Investor yang tertarik menanamkan modalnya pada suatu perusahaan tentu akan memeriksa segala dokumen terkait kegiatan usaha perusahaan tersebut. Jika informasi yang dikehendaki calon investor tidak ada karena dokumen perusahaan tidak tersimpan dengan baik, tentu akan mengurangi penilaian perusahaan tersebut di mata calon investor.

2.              Memilih bentuk badan hukum yang tepat

Pada dasarnya, ada beberapa badan hukum yang bisa dipilih sebagai wadah dalam berusaha. Namun sangat disarankan untuk memilih badan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), dengan alasan aturan hukumnya sudah jelas; pertanggungjawaban pemegang saham atas kerugian perusahaan sebatas saham yang dimilikinya; dan PT adalah bentuk badan usaha yang paling umum digunakan dalam kegiatan usaha. Banyak tender atau proyek pengadaan jasa/barang yang mensyaratkan pesertanya berbentuk PT.  

Untuk mendirikan PT, seseorang tinggal datang ke notaris, dan notaris akan membantu mengurus segala dokumen yang diperlukan dalam pendirian PT tersebut. Yang penting itu dipersiapkan dahulu minimal 2 (dua) orang yang akan jadi pemegang saham; orang-orang yang akan menjadi direktur (sebagai pengurus PT) dan komisaris (sebagai pengawas PT); serta modal dasar minimal Rp 50 juta. Notaris juga dapat membantu mengurus izin-izin atau pendaftaran umum, seperti Surat Keterangan Domisili Perusahaan, NPWP dan SIUP.    

3.                   Memastikan kepemilikan setiap aset yang digunakan

Banyak wirausaha pemula yang belum punya aset sendiri dalam menjalankan usahanya. Beberapa aset ada yang dipinjam atau disewa. Kadang meminjam aset dari teman atau keluarga, seperti ruang untuk kantor dan komputer. Untuk itu, penting membuat perjanjian tertulis dengan pihak manapun untuk memastikan penguasaan atas aset tersebut. Misalnya, perjanjian pinjam pakai ruangan atau barang. Hal ini penting agar jelas hak dan kewajiban para pihak, termasuk jangka waktu penguasaan atas aset tersebut. Hal ini untuk melindungi wirausaha, misalnya selama jangka waktu penguasaan aset tersebut, agar aset tidak bisa secara mendadak diambil pemiliknya.

Hal ini termasuk mengidentifikasi HKI yang dimiliki wirausaha. Apabila ada jenis-jenis HKI yang harus segera dilindungi, seperti merek, maka harus segera diurus pendaftarannya. Wirausaha juga harus hati-hati jangan sampai dalam memproduksi barang atau jasa ternyata melanggar HKI pihak lain. Termasuk misalnya dalam membuat brosur atau materi promosi usahanya. Prinsipnya, apabila menggunakan karya pihak lain yang telah dilindungi HKI, apalagi untuk tujuan komersil, harus mendapat izin terlebih dahulu dari pihak yang memilikinya.