Tuesday, April 01, 2014

Apakah Ada Partai Politik yang Korupsi?



oleh Ari Juliano Gema

Di media sosial tersebar informasi tentang partai-partai politik yang dikatakan paling korup berdasarkan jumlah anggota partai politik (Parpol) yang telah dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi. Data untuk menyusun informasi tersebut katanya diambil dari berbagai sumber seperti KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan NGO.

Akibat informasi tersebut, seorang kawan bilang dia tidak akan menggunakan hak pilihnya pada tanggal 9 April nanti karena baginya semua Parpol sama korupnya, jadi tidak ada alasan bagi dia untuk mempercayakan suaranya kepada Parpol manapun. Saya pun bertanya kepada dia, apakah memang ada Parpol yang korupsi?

Parpol sebagai Korporasi

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) mengatur bahwa yang dimaksud “Setiap Orang” yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi adalah orang perseorangan atau termasuk Korporasi. Sedangkan pengertian “Korporasi” dalam UU Tipikor adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

Menurut UU No. 2 Tahun 2008 jo. UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, pengertian “Partai Politik” adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Dari pengertian tersebut, jelas Parpol memenuhi kriteria sebagai korporasi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.

Jadi sebenarnya Parpol sebagai korporasi bisa diseret ke Pengadilan Tipikor jika dapat dibuktikan bahwa ada suatu korupsi yang dilakukan berdasarkan kebijakan resmi Parpol tersebut. Namun, hingga tulisan ini dibuat, saya belum pernah mendengar pihak Kepolisian, Kejaksaan atau KPK mengusut Parpol sebagai tersangka korupsi. Saya juga tidak pernah mendengar ada putusan Pengadilan Tipikor yang menjatuhkan sanksi pidana kepada Parpol.

Anggota Parpol bukan Parpol   

Jika selama ini banyak anggota Parpol yang telah dijatuhi sanksi pidana karena korupsi, Pengadilan Tipikor memvonis mereka sebagai orang perseorangan, bukan mewakili Parpolnya. Jika mereka melakukan korupsi karena diperintahkan oleh Parpol, tentu menjadi tugas aparat Kepolisian, Kejaksaan atau KPK untuk mencari bukti adanya kebijakan resmi atau perintah dari Parpol kepada anggotanya untuk melakukan korupsi. Jika tidak dapat dibuktikan ada kebijakan resmi atau perintah dari Parpol, artinya anggota Parpol tersebut melakukan korupsi atas dasar niatnya sendiri.

Oleh karena itu, secara hukum, tidak ada Parpol yang korupsi, sehingga istilah “Parpol yang paling korup” yang digembar-gemborkan di media sosial itu sebenarnya tidak relevan. Lebih tidak relevan lagi jika istilah “Parpol yang paling korup” itu dijadikan isu untuk menghantam lawan politik dalam pemilu.

Jadi, jangan ikut-ikutan membodohi masyarakat dengan isu "Parpol yang paling korup". Tidak adil bagi calon anggota legislatif yang bersih, mempunyai kapasitas dan kapabilitas memadai, serta tidak pernah korupsi, jika tidak dipilih oleh masyarakat lantaran Parpolnya dianggap "Parpol yang paling korup". Kalaupun banyak anggota Parpolnya yang telah dipidana karena korupsi, anggap saja ada program "detoksifikasi" besar-besaran terhadap Parpol tersebut agar bisa menjadi Parpol yang sehat.