Apakah Ada Partai Politik yang Korupsi?
oleh Ari Juliano Gema
Di media sosial tersebar informasi tentang partai-partai politik yang
dikatakan paling korup berdasarkan jumlah anggota partai politik (Parpol) yang
telah dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi. Data untuk menyusun informasi
tersebut katanya diambil dari berbagai sumber seperti KPK, Kejaksaan Agung,
Kepolisian dan NGO.
Akibat informasi tersebut, seorang kawan bilang dia tidak akan
menggunakan hak pilihnya pada tanggal 9 April nanti karena baginya semua Parpol
sama korupnya, jadi tidak ada alasan bagi dia untuk mempercayakan suaranya kepada
Parpol manapun. Saya pun bertanya kepada dia, apakah memang ada Parpol yang
korupsi?
Parpol sebagai Korporasi
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (UU Tipikor) mengatur bahwa yang dimaksud “Setiap Orang” yang
menjadi pelaku tindak pidana korupsi adalah orang perseorangan atau termasuk
Korporasi. Sedangkan pengertian “Korporasi” dalam UU Tipikor adalah kumpulan
orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.
Menurut UU No. 2 Tahun 2008 jo. UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai
Politik, pengertian “Partai Politik” adalah organisasi yang bersifat nasional
dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan
Pancasila dan UUD 45. Dari pengertian tersebut, jelas Parpol memenuhi kriteria
sebagai korporasi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.
Jadi sebenarnya Parpol sebagai korporasi bisa diseret ke Pengadilan
Tipikor jika dapat dibuktikan bahwa ada suatu korupsi yang dilakukan
berdasarkan kebijakan resmi Parpol tersebut. Namun, hingga tulisan ini dibuat,
saya belum pernah mendengar pihak Kepolisian, Kejaksaan atau KPK mengusut
Parpol sebagai tersangka korupsi. Saya juga tidak pernah mendengar ada putusan
Pengadilan Tipikor yang menjatuhkan sanksi pidana kepada Parpol.
Anggota Parpol bukan Parpol
Jika selama ini banyak anggota Parpol yang telah dijatuhi sanksi pidana
karena korupsi, Pengadilan Tipikor memvonis mereka sebagai orang perseorangan, bukan
mewakili Parpolnya. Jika mereka melakukan korupsi karena diperintahkan oleh
Parpol, tentu menjadi tugas aparat Kepolisian, Kejaksaan atau KPK untuk mencari bukti adanya kebijakan resmi atau perintah dari Parpol kepada anggotanya
untuk melakukan korupsi. Jika tidak dapat dibuktikan ada kebijakan resmi atau
perintah dari Parpol, artinya anggota Parpol tersebut melakukan korupsi atas
dasar niatnya sendiri.
Oleh karena itu, secara hukum, tidak ada Parpol yang korupsi, sehingga istilah “Parpol yang paling korup” yang digembar-gemborkan di media sosial
itu sebenarnya tidak relevan. Lebih tidak relevan lagi jika istilah “Parpol yang paling
korup” itu dijadikan isu untuk menghantam lawan politik dalam pemilu.
Jadi, jangan ikut-ikutan membodohi masyarakat dengan isu "Parpol yang paling korup". Tidak adil bagi calon anggota legislatif yang bersih, mempunyai kapasitas dan kapabilitas memadai, serta tidak pernah korupsi, jika tidak dipilih oleh masyarakat lantaran Parpolnya dianggap "Parpol yang paling korup". Kalaupun banyak anggota Parpolnya yang telah dipidana karena korupsi, anggap saja ada program "detoksifikasi" besar-besaran terhadap Parpol tersebut agar bisa menjadi Parpol yang sehat.