Tuesday, August 11, 2009

Teroris, Liputan Langsung dan Penegakan Hukum

oleh Ari Juliano Gema

Seorang kawan pernah bertanya kepada saya, siapa teroris yang paling sexy. Saya yang awam dengan dunia teroris jelas tidak punya bayangan sedikitpun untuk menjawabnya. Melihat saya yang terdiam begitu lama, kawan saya pun tidak sabaran untuk memberikan jawabannya. Noordin Tanktop! Begitu jawaban yang terlontar dari mulut kawan saya.

Ya, kabar tewasnya Noordin M. Top memang sedang menjadi pembicaraan hangat dimana-mana. Hal ini karena tewasnya Noordin M. Top masih menyisakan tanda tanya. Beberapa kalangan masih meragukan bahwa jasad dengan tubuh hancur paska penyerbuan Detasemen Khusus 88 (Densus 88) di Temanggung itu adalah Noordin M. Top.

Tapi, saya tidak mau ikut-ikutan berspekulasi soal itu. Saya lebih tertarik menyoroti liputan langsung yang dilakukan media massa, khususnya televisi, selama penyerbuan tersebut berlangsung.

Selama kurang lebih 18 jam diberitakan pengepungan dan penyerbuan sebuah rumah oleh para personil Densus 88 yang diduga didiami oleh Noordin M. Top. Para pemirsa televisi disuguhkan liputan langsung peristiwa penyerbuan bak adegan dalam film laga Hollywood. Begitu jelas diperlihatkan posisi dan taktik para personil Densus 88 yang sedang melakukan pengepungan terhadap satu rumah yang dianggap sebagai tempat persembunyian Noordin M. Top.

Menyaksikan peristiwa itu membuat saya teringat film "Speed". Film yang dibintangi Keanu Reeves dan Sandra Bullock itu bercerita tentang aksi penyelamatan para penumpang dalam sebuah bus yang dipasangi bom oleh seorang teroris. Dalam suatu adegan, upaya Keanu Reeves untuk memindahkan penumpang bus ke kendaraan lain berhasil digagalkan teroris tersebut. Selidik punya selidik, ternyata teroris itu dapat terus memantau pergerakan bus itu melalui liputan langsung yang dilakukan oleh sebuah stasiun televisi, sehingga upaya Keanu Reeves itu dapat dengan mudah diketahui.

Hal itu membuat saya berandai-andai. Bagaimana seandainya ada anggota komplotan pembom yang berada di luar rumah itu menyaksikan juga peristiwa itu di televisi. Mungkin saja kemudian orang itu melakukan komunikasi melalui alat komunikasi yang tersedia dengan orang di dalam rumah untuk memberitahukan posisi dan taktik para personil Densus 88 itu. Hal ini dapat membuat orang di dalam rumah dan yang diluar rumah memikirkan strategi untuk melakukan perlawanan terhadap penyerbuan tersebut.

Publik mungkin berhak tahu mengenai adanya penyerbuan itu. Namun, apakah liputannya harus sampai memperlihatkan secara telanjang posisi dan taktik yang dilakukan oleh para personil Densus 88 itu? Bukankah hal itu dapat membahayakan keselamatan para personil Densus 88 yang sedang bertugas?

Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang baru akan berlaku pada tanggal 30 April 2010, telah mengatur mengenai hak publik untuk memperoleh akses terhadap informasi publik. Menurut UU KIP, yang dimaksud dengan informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Badan publik, seperti lembaga pemerintah atau lembaga negara, punya kewajiban untuk membuka akses bagi setiap orang yang ingin mendapatkan informasi publik yang berkaitan dengan lingkup tugas badan publik tersebut. Namun, UU KIP juga mengatur bahwa badan publik berhak untuk menolak memberikan akses kepada publik untuk informasi publik yang dikecualikan menurut UU KIP.

Salah satu kategori informasi publik yang dikecualikan itu adalah informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada publik dapat menghambat proses penegakan hukum. Informasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum termasuk dalam kategori informasi publik tersebut.

Menurut saya, apabila liputan langsung dilakukan secara kontinyu dan memperlihatkan secara telanjang posisi dan taktik para personil Densus 88 dalam penyerbuan di Temanggung itu, maka hal itu dapat membahayakan keselamatan mereka. Sebagaimana saya telah sampaikan di atas, anggota komplotan di luar rumah yang dikepung itu dapat melakukan koordinasi dengan orang di dalam rumah untuk menghadapi penyerbuan itu.

Oleh karena itu, mungkin perlu diatur mengenai liputan langsung televise terhadap suatu proses penegakan hukum. Mungkin bisa di atur berapa lama liputannya, sehingga tidak ditayangkan terus menerus, atau bagian apa saja yang dapat ditampilkan kepada publik, sehingga tidak secara terbuka memperlihatkan posisi dan taktik dari aparat penegak hukum.

Saya tidak anti keterbukaan informasi publik. Namun, kalau karena keterbukaan itu justru menghambat proses penegakan hukum, atau bahkan membahayakan keselamatan aparat penegak hukum, tentu saja hal itu bukan hal yang baik untuk dilakukan.

Labels: , , , ,