Saturday, May 02, 2009

Rapuhnya Jabatan Pimpinan KPK

Dari pemberitaan terakhir diketahui bahwa Ketua KPK Antasari Azhar akan diperiksa sebagai saksi pada hari Senin, 4 Mei 2009, dalam kasus penembakan Nasarudin Zulkarnain. Kejaksaan Agung juga telah menetapkan pencekalan terhadapnya dirinya berdasarkan permintaan dari kepolisian. Menurut keterangan dari kepolisian, ada dugaan kuat Antasari Azhar adalah otak tindak pidana (intellectual dader) dari kasus tersebut (Kompas, 02/05/09).

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kedudukan pejabat negara, ada beberapa pejabat negara yang apabila diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Hal ini berlaku untuk jabatan seperti anggota Dewan Gubernur BI, kepala daerah, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta Hakim Agung.

Dalam UU KPK disebutkan bahwa pimpinan KPK adalah juga pejabat negara. Namun, tidak ada ketentuan dalam UU KPK yang mengatur perlunya izin pemeriksaan dari Presiden tersebut. Hal ini kontras sekali dengan kewenangan KPK dalam UU KPK yang begitu besar. Salah satunya adalah kewenangan untuk menangkap pejabat negara yang diduga melakukan korupsi tanpa perlu memperhatikan prosedur khusus, termasuk izin dari Presiden.

Ini memperlihatkan betapa rapuhnya jabatan pimpinan KPK. Tidak ada perlakuan khusus yang diterima pimpinan KPK dibandingkan dengan pejabat negara lain yang disebut atas. Padahal tugas dan kewenangannya yang begitu besar pasti membuat beberapa pihak sakit hati. Bukan hal yang mustahil apabila ”barisan sakit hati” ini merekayasa suatu kasus agar pimpinan KPK dapat segera diperiksa dan ditahan, yang pada gilirannya mungkin saja akan menghambat perkara yang sedang ditangani KPK.

Saya bukan kuasa hukum atau pembela dari Antasari. Hanya saya pikir sangat aneh apabila ada pejabat negara yang mendapat keistimewaan dan ada yang tidak. Kriteria pemberian keistimewaan itupun tidak jelas. Seharusnya, kalau memang setiap orang bersamaan kedudukannya dihadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana diamanatkan konstitusi kita, tidak boleh ada warga negara, meski pejabat negara sekalipun, yang diberi keistimewaan berkaitan dengan pemeriksaan dalam kasus tindak pidana yang melibatkan dirinya.

Labels: , , , , , ,