Monday, December 01, 2008

Sudah Jelaskah Aturan Pencantuman Identitas Penyumbang Dana Kampanye?

oleh Ari Juliano Gema

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD & DPRD (UU Pemilu), kegiatan kampanye calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota (caleg) didanai dan menjadi tanggung jawab partai politik peserta pemilu masing-masing. Dana kampanye tersebut bersumber dari partai politik itu sendiri, caleg yang bersangkutan dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

UU Pemilu mengatur mengenai batasan sumbangan dari pihak lain tersebut. Dana kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan tidak boleh melebihi Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan dana kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan dan/atau badan usaha non-pemerintah tidak boleh melebihi Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Dana kampanye tersebut harus dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana kampanye Pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan partai politik. Pembukuan dana kampanye tersebut dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah partai politik ditetapkan sebagai peserta pemilu dan ditutup 1 (satu) minggu sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.

Pemberi sumbangan untuk dana kampanye tersebut harus mencantumkan identitas yang jelas. Menurut Penjelasan UU Pemilu, yang dimaksud dengan ”identitas yang jelas” adalah nama dan alamat penyumbang.

Identitas Tidak Jelas

Saya benar-benar tidak habis pikir dengan keterangan mengenai ”identitas yang jelas” tersebut. Bagaimana mungkin dengan hanya mencantumkan nama dan alamat penyumbang sudah dapat dikatakan sebagai identitas yang jelas? Bukankah dalam satu alamat mungkin saja ada dua nama yang sama? Apalagi tidak ada penjelasan lebih lanjut apakah nama yang digunakan itu boleh nama panggilan saja atau harus nama yang sesuai dengan dokumen resmi, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau ijasah misalnya.

Dalam penjelasan UU Pemilu disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain” adalah sumbangan yang tidak berasal dari tindak pidana, bersifat tidak mengikat, berasal dari perseorangan, kelompok, dan/atau perusahaan. Bagaimana KPU dapat memeriksa apakah sumbangan tersebut hasil tindak pidana atau bukan apabila identitas yang tercantum hanya nama dan alamat saja?

Pengaturan dalam UU Pemilu itu jelas rentan manipulasi data. Jangan salahkan masyarakat apabila partai-partai politik yang terlibat dalam penyusunan UU Pemilu tersebut dituduh sengaja membuat aturan tersebut untuk menyembunyikan informasi penyumbang dana kampanyenya. Mereka tidak ingin masyarakat dapat menerka kemungkinan adanya ”politik balas budi” di kemudian hari antara partai politik yang menjadi peserta pemilu 2009 dengan penyumbang dana kampanyenya.

KPU Harus Berani

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus berani bersikap tegas untuk menyikapi hal ini. Dalam rangka menjamin penyelenggaraan pemilu yang berkualitas, KPU harus menerbitkan peraturan KPU yang mengatur lebih lanjut mengenai pencantuman identitas penyumbang dana kampanye tersebut.

KPU harus menjelaskan mengenai dokumen apa yang dijadikan rujukan pencantuman nama dan alamat tersebut. Apakah pencantuman nama dan alamat tersebut merujuk pada nama dan alamat yang tercantum dalam KTP atau ijasah misalnya.

Permintaan Direktorat Jenderal Pajak kepada KPU agar mewajibkan penyumbang dana kampanye di atas Rp 20 juta mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah suatu hal yang sangat patut dipertimbangkan. Hal ini akan sangat membantu KPU untuk memeriksa penyumbang dana kampanye tersebut. NPWP adalah nomor yang unik untuk setiap wajib pajak. Berbeda dengan KTP yang mana setiap orang bisa saja memiliki lebih dari satu KTP, sehingga menyulitkan dalam penelusurannya.
Menurut saya, pengaturan lebih lanjut oleh KPU tersebut tidak melanggar UU Pemilu. Pengaturan itu justru untuk membantu masyarakat memahami makna sebenarnya dari ”identitas yang jelas” dalam UU Pemilu tersebut. Apabila partai-partai politik yang menyusun UU Pemilu tersebut keberatan dengan pengaturan lebih lanjut oleh KPU tersebut, maka jangan salahkan masyarakat apabila masyarakat menganggap partai-partai politik tersebut memiliki agenda terselubung dengan para penyumbang dana kampanyenya.

Labels: , , , , ,

2 Comments:

At 3/12/08 09:47, Blogger Billy Koesoemadinata said...

setuju bung...

saya justru heran sama salah satu partai yang katanya bersih, dan mengaku jujur, tapi koq disaat KPU bilang perlu pencantuman NPWP, malah ketar-ketir dan menolak

kalo emang bersih, kenapa harus takut 'kan? ;-)

Billy K.
http://iamthebilly.wordpress.com
http://bersambung.wordpress.com

 
At 3/12/08 13:10, Blogger Maulana Hasan said...

kekhawatiran atas ketidakjelasan penyumbang dana kampanye sangat beralasan. kehawatiran ini saya rasa tidak pernah terjawab mengingat sistem administrasi kependudukan kita yang masih berantakan. Kita sudah punya UU 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang belum terlaksana secara penuh atau bahkan sebagian saja. uu itu mengamatkan keharusan adanya single identity number dalam sistem kependudukan kita ........ selama itu belum diimplementasikan, selama itu pula kita harus khawatir.....
salam kenal

 

Post a Comment

<< Home