Memilih Caleg Dalam Karung?
oleh Ari Juliano Gema
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) untuk anggota DPR dan DPD. Dari 14.020 calon anggota DPR yang diajukan oleh 38 partai politik kepada KPU, 11.868 diantaranya lolos verifikasi KPU.
UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu) mengamanatkan KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk mengumumkan DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sekurang-kurangnya pada 1 (satu) media massa cetak harian dan media massa elektronik nasional dan 1 (satu) media massa cetak harian dan media massa elektronik daerah serta sarana pengumuman lainnya selama 5 (lima) hari. Atas pengumuman tersebut, masyarakat dapat memberikan masukan dan tanggapan kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota paling lama 10 (sepuluh) hari sejak DCS diumumkan.
Apabila ada masukan atau tanggapan dari masyarakat, maka KPU, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota meminta klarifikasi kepada partai politik atas masukan atau tanggapan tersebut. Pimpinan partai politik harus memberikan kesempatan kepada calon yang bersangkutan untuk mengklarifikasi masukan atau tanggapan dari masyarakat. Apabila berdasarkan klarifikasi tersebut diketahui bahwa calon sementara tersebut tidak memenuhi syarat, maka KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota memberitahukan dan memberikan kesempatan kepada partai politik untuk mengajukan pengganti calon dan daftar calon sementara hasil perbaikan.
Minim Informasi
Saat tulisan ini dibuat, pengumuman DCS baru dilakukan di situs KPU (http://www.kpu.org/). Dari situs itu, saya hanya bisa mengunduh (download) DCS untuk anggota DPD saja, yang hanya berisi foto dan nama beserta gelar akademis dari calon anggota DPD.
Saya jadi berpikir, apabila DCS untuk calon anggota DPR/DPRD juga hanya berisi foto dan nama beserta gelar akademis saja, bagaimana masyarakat punya cukup informasi untuk memberikan masukan atau tanggapannya? Ambil contoh, untuk mengetahui apakah gelar akademis yang dimiliki calon sementara tersebut benar atau tidak, tentu masyarakat butuh informasi mengenai nama perguruan tinggi yang dinyatakan calon sementara sebagai tempat pendidikan dimana gelar akademis tersebut diperoleh. Apabila informasi mengenai latar belakang pendidikan tersebut tidak ada, bagaimana mungkin masyarakat dapat melakukan pemeriksaan silang (cross check) terhadap informasi tersebut?
UU Pemilu sama sekali tidak memberikan aturan yang jelas mengenai informasi apa saja yang harus tercantum dalam pengumuman DCS tersebut. Hal ini membuat KPU tidak memiliki kewajiban untuk mengumumkan informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai calon sementara kepada masyarakat. Dalam logika KPU, mengumumkan informasi yang minim sekalipun dianggapnya telah memenuhi UU Pemilu. Akhirnya, pada saat pemungutan suara, masyarakat seperti โmembeli kucing dalam karungโ. Masyarakat tidak punya cukup informasi untuk memilih secara rasional.
Usulan Solusi
Minimnya informasi yang diumumkan oleh KPU tersebut, selain karena tidak adanya aturan yang jelas dalam UU Pemilu, mungkin karena KPU tidak punya tenaga dan waktu (atau tidak punya niat?) untuk menyampaikan informasi yang lengkap. Mungkin juga karena keterbatasan dana KPU untuk membayar space di media cetak atau slot di media elektronik untuk memuat informasi yang lengkap.
UU Pemilu memang perlu diperbaiki. Harus ditegaskan adanya kewajiban bagi KPU menyampaikan informasi yang lengkap dalam DCS mengenai calon anggota DPR, DPRD dan DPD. Informasi tersebut minimal harus memuat nama, foto terbaru, latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan, dan pengalaman organisasi serta aktivitas sosial yang relevan lainnya.
Untuk pemilu sekarang, KPU seharusnya menggunakan kewenangannya menerbitkan peraturan KPU yang mewajibkan setiap partai politik peserta pemilu untuk mengumumkan informasi lengkap mengenai calon anggota DPR/DPRD yang diusulkannya, minimal melalui situs resmi (website) masing-masing partai politik. Semua biaya pengumuman tersebut harus ditanggung oleh partai politik yang bersangkutan. Peraturan ini penting untuk mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya secara rasional.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) untuk anggota DPR dan DPD. Dari 14.020 calon anggota DPR yang diajukan oleh 38 partai politik kepada KPU, 11.868 diantaranya lolos verifikasi KPU.
UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu) mengamanatkan KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk mengumumkan DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sekurang-kurangnya pada 1 (satu) media massa cetak harian dan media massa elektronik nasional dan 1 (satu) media massa cetak harian dan media massa elektronik daerah serta sarana pengumuman lainnya selama 5 (lima) hari. Atas pengumuman tersebut, masyarakat dapat memberikan masukan dan tanggapan kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota paling lama 10 (sepuluh) hari sejak DCS diumumkan.
Apabila ada masukan atau tanggapan dari masyarakat, maka KPU, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota meminta klarifikasi kepada partai politik atas masukan atau tanggapan tersebut. Pimpinan partai politik harus memberikan kesempatan kepada calon yang bersangkutan untuk mengklarifikasi masukan atau tanggapan dari masyarakat. Apabila berdasarkan klarifikasi tersebut diketahui bahwa calon sementara tersebut tidak memenuhi syarat, maka KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota memberitahukan dan memberikan kesempatan kepada partai politik untuk mengajukan pengganti calon dan daftar calon sementara hasil perbaikan.
Minim Informasi
Saat tulisan ini dibuat, pengumuman DCS baru dilakukan di situs KPU (http://www.kpu.org/). Dari situs itu, saya hanya bisa mengunduh (download) DCS untuk anggota DPD saja, yang hanya berisi foto dan nama beserta gelar akademis dari calon anggota DPD.
Saya jadi berpikir, apabila DCS untuk calon anggota DPR/DPRD juga hanya berisi foto dan nama beserta gelar akademis saja, bagaimana masyarakat punya cukup informasi untuk memberikan masukan atau tanggapannya? Ambil contoh, untuk mengetahui apakah gelar akademis yang dimiliki calon sementara tersebut benar atau tidak, tentu masyarakat butuh informasi mengenai nama perguruan tinggi yang dinyatakan calon sementara sebagai tempat pendidikan dimana gelar akademis tersebut diperoleh. Apabila informasi mengenai latar belakang pendidikan tersebut tidak ada, bagaimana mungkin masyarakat dapat melakukan pemeriksaan silang (cross check) terhadap informasi tersebut?
UU Pemilu sama sekali tidak memberikan aturan yang jelas mengenai informasi apa saja yang harus tercantum dalam pengumuman DCS tersebut. Hal ini membuat KPU tidak memiliki kewajiban untuk mengumumkan informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai calon sementara kepada masyarakat. Dalam logika KPU, mengumumkan informasi yang minim sekalipun dianggapnya telah memenuhi UU Pemilu. Akhirnya, pada saat pemungutan suara, masyarakat seperti โmembeli kucing dalam karungโ. Masyarakat tidak punya cukup informasi untuk memilih secara rasional.
Usulan Solusi
Minimnya informasi yang diumumkan oleh KPU tersebut, selain karena tidak adanya aturan yang jelas dalam UU Pemilu, mungkin karena KPU tidak punya tenaga dan waktu (atau tidak punya niat?) untuk menyampaikan informasi yang lengkap. Mungkin juga karena keterbatasan dana KPU untuk membayar space di media cetak atau slot di media elektronik untuk memuat informasi yang lengkap.
UU Pemilu memang perlu diperbaiki. Harus ditegaskan adanya kewajiban bagi KPU menyampaikan informasi yang lengkap dalam DCS mengenai calon anggota DPR, DPRD dan DPD. Informasi tersebut minimal harus memuat nama, foto terbaru, latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan, dan pengalaman organisasi serta aktivitas sosial yang relevan lainnya.
Untuk pemilu sekarang, KPU seharusnya menggunakan kewenangannya menerbitkan peraturan KPU yang mewajibkan setiap partai politik peserta pemilu untuk mengumumkan informasi lengkap mengenai calon anggota DPR/DPRD yang diusulkannya, minimal melalui situs resmi (website) masing-masing partai politik. Semua biaya pengumuman tersebut harus ditanggung oleh partai politik yang bersangkutan. Peraturan ini penting untuk mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya secara rasional.
Tidak ada alasan bagi partai politik untuk merasa keberatan dengan peraturan tersebut. Ketika partai politik berniat ikut pemilu, seharusnya mereka sudah siap untuk memenuhi segala ketentuan yang dipersyaratkan dalam UU Pemilu dan peraturan pelaksanaannya. Tidak usah ikut pemilu kalau mereka tidak mampu memenuhinya. Pemilu bukan ajang coba-coba. Apalagi sekedar unjuk popularitas semata.
Labels: caleg, DPR, DPRD, hak pilih, informasi, KPU, masyarakat, partai, pemilu, politik
2 Comments:
Makanya jangan heran kalau nanti lebih banyak yang golput.
Promo Judi Sabung Ayam Online - Di situs Bolavita !
๐ Bonus 10% untuk new member
๐ Bonus 100% ( Win Beruntun 8x )
๐ Bonus Referral 7% + 2%
๐ Bonus Cashback s/d 10% Setiap Minggu
Minimal deposit hanya Rp 50.000 saja ! Menerima Pendaftaran Dan Deposit Menggunakan OVO, Gopay, Linkaja, Deposit Pulsa, Dan Rekening Bank Seluruh Indonesia.
Daftar sekarang juga ! Kunjungi : http://159.89.197.59/register/
Post a Comment
<< Home