Apa Salahnya Perubahan Konstitusi Kita?
oleh Ari Juliano Gema
Aneh bin ajaib pernyataan beberapa tokoh senior dan politisi yang mendesak pemerintah untuk segera mengembalikan konstitusi Indonesia ke Undang-Undang Dasar 1945 (UUD ’45) versi awal (Kompas, 23/08/08). Mereka menganggap perubahan konstitusi bertentangan dengan sumpah anggota MPR yang seharusnya setia dan mempertahankan Pancasila dan UUD ’45.
Menurut mereka, MPR tidak pernah diberi mandat untuk melakukan perubahan itu. Mereka juga menganggap bahwa proses perubahan konstitusi itu banyak diintervensi dan dipengaruhi lembaga swadaya masyarakat asing yang dibiayai Amerika Serikat.
Perubahan Konstitusi
Sebagaimana telah diketahui bersama, selama ini memang telah dilakukan perubahan terhadap UUD ’45 sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berturut-turut telah disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 10 Nopember 2001 dan 10 Agustus 2002.
Adapun perubahan yang signifikan terhadap beberapa pasal dalam UUD ’45, yaitu sebagai berikut:
- Presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, namun dipilih secara langsung oleh rakyat;
- MPR bukan lagi sebagai lembaga yang berwenang memilih/mengangkat presiden dan wakil presiden, namun hanya akan melantik presiden dan wakil presiden;
- Ketidakjelasan maksud syarat calon presiden adalah orang indonesia asli diperjelas menjadi harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
- Ketidaktegasan berapa periode seorang presiden dapat memegang jabatan dipertegas menjadi maksimal selama dua periode;
- Ditambahkan aturan mengenai pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, yaitu apabila terbukti presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden;
- Ditambahkan aturan mengenai pemilihan gubernur, bupati dan walikota yang dilakukan secara demokratis;
- Ditambahkan aturan mengenai otonomi pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
- Ditambahkan aturan mengenai pembentukan Dewan Perwakilan Daerah yang berwenang mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran serta penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
- Ditambahkan aturan mengenai pembentukan Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung;
- Ditambahkan aturan mengenai pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
- Ditambahkan aturan mengenai hak-hak asasi manusia secara detail; dan
- Ditambahkan aturan mengenai kewajiban negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD
Pendapat mereka bahwa perubahan konstitusi itu bertentangan dengan sumpah anggota MPR jelas pendapat yang mengada-ada. Coba saja tengok Pasal 37 UUD ’45. Disana diatur dengan jelas bagaimana prosedur perubahan konstitusi kita. Yang telah dilakukan selama ini bukan mengganti UUD ’45 menjadi konstitusi baru, tapi hanya perubahan terhadap pasal-pasal dalam UUD ’45 yang dianggap sudah tidak relevan dengan kehidupan bernegara saat ini.
Kalau memang mereka menganggap versi awal UUD ’45 lebih baik dibandingkan dengan UUD ’45 hasil perubahan, maka apakah berarti menurut mereka pemilihan presiden oleh MPR lebih demokratis dibandingkan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat? Apakah menurut mereka ketidakjelasan berapa periode masa jabatan presiden lebih baik dibandingkan adanya kejelasan hanya dua periode? Apakah mereka pikir lebih baik tidak ada ketentuan yang detail tentang hak asasi manusia dalam konstitusi kita? Apakah mereka pikir lebih baik tidak perlu ada kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD?
Konstitusi Bukan Naskah Suci
Menurut mereka perubahan konstitusi yang ada sekarang menyimpang dari semangat konstitusi awal. Saya pikir harus diklarifikasi dulu semangat mana dalam versi awal UUD ’45 yang disimpangi itu. Bukankah yang ada justru semangat melahirkan diktator karena tidak adanya pembatasan periode masa jabatan presiden?
Berhentilah meributkan hal-hal yang tidak substantif. Terlalu naif kalau menganggap konstitusi adalah naskah suci yang menentukan maju mundurnya suatu negara. Konstitusi adalah seperangkat peraturan yang dibuat manusia. Sebaik apapun peraturan itu dibuat, tidak akan berarti apa-apa kalau manusia yang membuatnya tidak sungguh-sungguh untuk mematuhi dan menjalankan peraturan itu dengan benar.
Labels: konstitusi, MPR, peraturan, politik, politisi, sensasi, tokoh, UUD
2 Comments:
mungkin menurut mereka ini bukan lagi perubahan, namun pembuatan UUD yang baru
kalau argumen seperti itu menurut saya mungkin bisa diterima, karena perubahan yang dilakukan tidak tersistematis. namun kembali ke UUD 1945 yang asli? no way ya law...
wow serius sekali. :)
salam kenal
Post a Comment
<< Home