Hak Cipta, Blogger dan Creative Commons
oleh Ari Juliano Gema
Pada hari Sabtu kemarin, saat Pesta Blogger 2008 diselenggarakan, saya bersama rekan saya, Ahmad Zakaria, menjadi pengisi materi, sekaligus pemandu diskusi, untuk berbagi pengetahuan tentang aspek-aspek hak kekayaan intelektual (HKI) yang berkaitan dengan kegiatan nge-blog. Agar peserta diskusi memiliki pemahaman yang sama tentang HKI, maka saya memulainya dengan memberikan prinsip-prinsip dasar tentang Hak Cipta, sebagai bagian dari HKI yang berkaitan erat dengan kegiatan nge-blog, menurut peraturan di Indonesia.
Saya jelaskan bahwa pada dasarnya hak cipta itu adalah hak seseorang, yang dilindungi oleh Negara, untuk mengumumkan dan memperbanyak karya ciptanya. Perlindungan hukum diberikan secara otomatis pada saat karya cipta itu diciptakan, tanpa perlu pendaftaran terlebih dahulu di Direktorat Jenderal HKI. Namun, saya sampaikan bahwa pendaftaran karya cipta sangat perlu dilakukan apabila: (i) diduga kuat karya cipta itu memiliki nilai komersil yang tinggi; atau (ii) diduga kuat karya cipta itu akan menjadi obyek sengketa.
Dalam suatu karya cipta melekat erat dua hak bagi pemiliknya, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karya cipta tersebut, sedangkan hak moral adalah hak yang meliputi: (i) hak agar nama pencipta tidak dihilangkan dari karya cipta; dan (ii) hak agar karya cipta tidak dilakukan modifikasi yang dapat merusak martabat atau reputasi pencipta.
Perbanyakan karya cipta milik orang lain tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila digunakan antara lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, karya ilmiah, laporan, resensi atau tinjauan atas satu masalah, selama tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemilik karya cipta. Sumber karya cipta itu juga harus ditulis dengan jelas. Menurut UU Hak Cipta, kepentingan yang wajar adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu karya cipta. Namun, menurut saya kepentingan yang wajar juga harus mempertimbangkan apakah perbanyakan itu dapat merusak martabat atau reputasi dari pemilik karya cipta. Hal ini wajar, karena selain adanya hak ekonomi, dalam suatu karya cipta juga melekat hak moral dari pemilik karya cipta tersebut.
Upaya Hukum
Ketika diskusi dimulai, pertanyaan yang menjadi perhatian utama adalah mengenai upaya yang dapat dilakukan apabila hak cipta seorang blogger dilanggar. Saya sampaikan bahwa UU Hak Cipta memberikan jalan kepada pemilik karya cipta yang merasa hak ciptanya dilanggar untuk menempuh upaya hukum secara perdata atau pidana. Namun, apabila blogger memilih upaya hukum tersebut tentu saja harus mau menanggung konsekuensinya. Dalam hal ini, blogger harus siap menyediakan waktu, tenaga dan biaya untuk menjalani proses hukum tersebut. Untuk itu perlu dipertimbangkan masak-masak untung ruginya menempuh upaya hukum tersebut.
UU Hak Cipta juga membuka peluang adanya penyelesaian melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Namun, hal itu harus disepakati terlebih dahulu oleh kedua belah pihak. Biasanya, telah ada perjanjian terlebih dahulu mengenai pengumuman dan/atau perbanyakan suatu karya cipta, termasuk mengenai pilihan penyelesaian apabila terjadi sengketa.
Berdasarkan hasil diskusi, ternyata cara paling efektif adalah dengan memberikan sanksi sosial kepada pelanggar hak cipta tersebut. Disadari atau tidak, komunitas blogger kian hari kian bertambah besar. Jaringan blogger juga semakin luas. Ini memudahkan penyebarluasan informasi apabila ada pihak yang bertindak tidak fair terhadap blogger, termasuk melanggar hak cipta blogger tersebut. Dengan kekuatan jaringan blogger tersebut pihak yang melakukan pelanggaran tersebut dapat diberikan sanksi sosial berupa pengucilan atau dimasukkan dalam daftar hitam pihak-pihak yang tidak akan diajak kerjasama dalam kegiatan apapun (black list).
Disamping itu, beberapa penyedia layanan blog gratis ataupun situs-situs pertemanan/sosial telah membuat ketentuan yang jelas dan tegas tentang perbuatan yang melanggar hak cipta tersebut. Ketentuan itu biasanya memberikan hak kepada penyedia layanan untuk melakukan tindakan tegas terhadap pengguna layanan yang melanggar hak cipta, dengan atau tanpa adanya laporan dari pihak lain.
Lisensi Creative Commons
Dalam kesempatan tersebut, saya juga menyampaikan mengenai konsep lisensi Creative Commons (CC) yang selama ini saya gunakan di blog ini. Konsep lisensi CC dipromosikan sejak tanggal 16 Desember 2002 oleh Creative Commons, sebuah organisasi non-profit di Amerika Serikat. Pada dasarnya, lisensi CC ini membantu pemilik karya cipta untuk menyatakan sikapnya atas penggunaan hak cipta yang dimilikinya.
Apabila seorang blogger mem-posting karya ciptanya di blog, maka secara hukum setiap orang harus tahu bahwa karya cipta itu dilindungi hak cipta. Dengan begitu, tidak boleh ada orang yang memperbanyak atau mengumumkan karya cipta itu tanpa seizin pemiliknya. Namun, mungkin saja blogger itu sebenarnya membolehkan orang lain memperbanyak karya ciptanya dengan syarat namanya tetap dicantumkan pada karya cipta itu. Tanpa ada pernyataan sikap yang jelas, orang lain tidak akan mengetahui hal itu.
Lisensi CC memberikan kemudahan bagi seseorang untuk menyatakan sikapnya tersebut. Blogger dapat membubuhkan pada karya ciptanya simbol-simbol unik yang merepresentasikan sikapnya sesuai ketentuan lisensi CC. Untuk jelasnya, silakan melihat di link berikut: www.creativecommons.org/licenses.
Simbol-simbol itu berlaku dan dipahami secara universal di negara-negara yang menerapkannya. Sama seperti rambu-rambu lalu lintas yang pada umumnya sama di berbagai negara dan dipahami secara universal. Untuk mengaplikasikan lisensi CC di suatu negara perlu ada organisasi khusus di negara tersebut yang bertanggungjawab untuk memastikan bahwa lisensi CC sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut. Sayangnya, di Indonesia belum ada organisasi yang berinisiatif melakukannya. Menimbang bahwa lisensi CC sangat penting untuk diterapkan di Indonesia, para peserta diskusi telah berkomitmen untuk bekerjasama mewujudkan hal itu. Semoga.
(Bagi yang ingin mendapatkan bahan presentasi saya pada Pesta Blogger 2008 tersebut, silakan kirim e-mail ke ari.juliano@gmail.com)
Pada hari Sabtu kemarin, saat Pesta Blogger 2008 diselenggarakan, saya bersama rekan saya, Ahmad Zakaria, menjadi pengisi materi, sekaligus pemandu diskusi, untuk berbagi pengetahuan tentang aspek-aspek hak kekayaan intelektual (HKI) yang berkaitan dengan kegiatan nge-blog. Agar peserta diskusi memiliki pemahaman yang sama tentang HKI, maka saya memulainya dengan memberikan prinsip-prinsip dasar tentang Hak Cipta, sebagai bagian dari HKI yang berkaitan erat dengan kegiatan nge-blog, menurut peraturan di Indonesia.
Saya jelaskan bahwa pada dasarnya hak cipta itu adalah hak seseorang, yang dilindungi oleh Negara, untuk mengumumkan dan memperbanyak karya ciptanya. Perlindungan hukum diberikan secara otomatis pada saat karya cipta itu diciptakan, tanpa perlu pendaftaran terlebih dahulu di Direktorat Jenderal HKI. Namun, saya sampaikan bahwa pendaftaran karya cipta sangat perlu dilakukan apabila: (i) diduga kuat karya cipta itu memiliki nilai komersil yang tinggi; atau (ii) diduga kuat karya cipta itu akan menjadi obyek sengketa.
Dalam suatu karya cipta melekat erat dua hak bagi pemiliknya, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karya cipta tersebut, sedangkan hak moral adalah hak yang meliputi: (i) hak agar nama pencipta tidak dihilangkan dari karya cipta; dan (ii) hak agar karya cipta tidak dilakukan modifikasi yang dapat merusak martabat atau reputasi pencipta.
Perbanyakan karya cipta milik orang lain tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila digunakan antara lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, karya ilmiah, laporan, resensi atau tinjauan atas satu masalah, selama tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemilik karya cipta. Sumber karya cipta itu juga harus ditulis dengan jelas. Menurut UU Hak Cipta, kepentingan yang wajar adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu karya cipta. Namun, menurut saya kepentingan yang wajar juga harus mempertimbangkan apakah perbanyakan itu dapat merusak martabat atau reputasi dari pemilik karya cipta. Hal ini wajar, karena selain adanya hak ekonomi, dalam suatu karya cipta juga melekat hak moral dari pemilik karya cipta tersebut.
Upaya Hukum
Ketika diskusi dimulai, pertanyaan yang menjadi perhatian utama adalah mengenai upaya yang dapat dilakukan apabila hak cipta seorang blogger dilanggar. Saya sampaikan bahwa UU Hak Cipta memberikan jalan kepada pemilik karya cipta yang merasa hak ciptanya dilanggar untuk menempuh upaya hukum secara perdata atau pidana. Namun, apabila blogger memilih upaya hukum tersebut tentu saja harus mau menanggung konsekuensinya. Dalam hal ini, blogger harus siap menyediakan waktu, tenaga dan biaya untuk menjalani proses hukum tersebut. Untuk itu perlu dipertimbangkan masak-masak untung ruginya menempuh upaya hukum tersebut.
UU Hak Cipta juga membuka peluang adanya penyelesaian melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Namun, hal itu harus disepakati terlebih dahulu oleh kedua belah pihak. Biasanya, telah ada perjanjian terlebih dahulu mengenai pengumuman dan/atau perbanyakan suatu karya cipta, termasuk mengenai pilihan penyelesaian apabila terjadi sengketa.
Berdasarkan hasil diskusi, ternyata cara paling efektif adalah dengan memberikan sanksi sosial kepada pelanggar hak cipta tersebut. Disadari atau tidak, komunitas blogger kian hari kian bertambah besar. Jaringan blogger juga semakin luas. Ini memudahkan penyebarluasan informasi apabila ada pihak yang bertindak tidak fair terhadap blogger, termasuk melanggar hak cipta blogger tersebut. Dengan kekuatan jaringan blogger tersebut pihak yang melakukan pelanggaran tersebut dapat diberikan sanksi sosial berupa pengucilan atau dimasukkan dalam daftar hitam pihak-pihak yang tidak akan diajak kerjasama dalam kegiatan apapun (black list).
Disamping itu, beberapa penyedia layanan blog gratis ataupun situs-situs pertemanan/sosial telah membuat ketentuan yang jelas dan tegas tentang perbuatan yang melanggar hak cipta tersebut. Ketentuan itu biasanya memberikan hak kepada penyedia layanan untuk melakukan tindakan tegas terhadap pengguna layanan yang melanggar hak cipta, dengan atau tanpa adanya laporan dari pihak lain.
Lisensi Creative Commons
Dalam kesempatan tersebut, saya juga menyampaikan mengenai konsep lisensi Creative Commons (CC) yang selama ini saya gunakan di blog ini. Konsep lisensi CC dipromosikan sejak tanggal 16 Desember 2002 oleh Creative Commons, sebuah organisasi non-profit di Amerika Serikat. Pada dasarnya, lisensi CC ini membantu pemilik karya cipta untuk menyatakan sikapnya atas penggunaan hak cipta yang dimilikinya.
Apabila seorang blogger mem-posting karya ciptanya di blog, maka secara hukum setiap orang harus tahu bahwa karya cipta itu dilindungi hak cipta. Dengan begitu, tidak boleh ada orang yang memperbanyak atau mengumumkan karya cipta itu tanpa seizin pemiliknya. Namun, mungkin saja blogger itu sebenarnya membolehkan orang lain memperbanyak karya ciptanya dengan syarat namanya tetap dicantumkan pada karya cipta itu. Tanpa ada pernyataan sikap yang jelas, orang lain tidak akan mengetahui hal itu.
Lisensi CC memberikan kemudahan bagi seseorang untuk menyatakan sikapnya tersebut. Blogger dapat membubuhkan pada karya ciptanya simbol-simbol unik yang merepresentasikan sikapnya sesuai ketentuan lisensi CC. Untuk jelasnya, silakan melihat di link berikut: www.creativecommons.org/licenses.
Simbol-simbol itu berlaku dan dipahami secara universal di negara-negara yang menerapkannya. Sama seperti rambu-rambu lalu lintas yang pada umumnya sama di berbagai negara dan dipahami secara universal. Untuk mengaplikasikan lisensi CC di suatu negara perlu ada organisasi khusus di negara tersebut yang bertanggungjawab untuk memastikan bahwa lisensi CC sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut. Sayangnya, di Indonesia belum ada organisasi yang berinisiatif melakukannya. Menimbang bahwa lisensi CC sangat penting untuk diterapkan di Indonesia, para peserta diskusi telah berkomitmen untuk bekerjasama mewujudkan hal itu. Semoga.
(Bagi yang ingin mendapatkan bahan presentasi saya pada Pesta Blogger 2008 tersebut, silakan kirim e-mail ke ari.juliano@gmail.com)
Labels: black list, blog, blogger, creative commons, hak cipta, pb2008, pesta blogger, sanksi sosial, upaya hukum
8 Comments:
Thank you for writing about this!
thank u/informasinya...klo gk keberatan saya masukin postingannya di blog saya dg mencantumkan nama anda?saya juga akan link URL anda di blog sy...mohon diberikan jwban blsannya di Hendriaru@gmail.com / www.hendriaru.blogspot.com. God Bless You
thank bwat infonya , kmaren saya gak bisa ikut , padahal pengen bgt..
lepas dari trafik, page rank dan sejenisnya..apa tdk lbh baik jika tulisan yg memuat hasil saduran atau salin tempel disertakan live link (tanpa nofollow) yg bs langsung diklik..jd lbh aksesibel dan usable bagi pengunjung, jg menghargai sumber tulisan
kl dtg dari mesin pencari, google seharusnya menempatkan tulisan sumber aslinya di atas tulisan salin tempel..
mas ari, saya dukung usahanya untuk menerapkan CC di Indonesia! bahkan saya siap jadi volunteer jika nantinya CC udah jalan disini.
Sudah 2 tahun ini saya menjalankan netlabel (digital records label) yang merilis album musik secara legal dan gratis menggunakan CC. Semoga dgn adanya CC port indonesia, karya2 musik yg saya rilis bener2 bisa legal setelah 2 tahun unported.
oya, kalo ada waktu kunjungi netlabel saya tersebut di http://www.yesnowave.com
This comment has been removed by the author.
Apakah hanya dengan mencantumkan logo CC kita secara otomatis telah menggunakan lisensi dari Creative Commons?
@Wok the Rock:
nanti yesnowave.com saya jadikan case study, ya :)
@Andra:
Kalau memang lisensi CC yg digunakan sudah jelas, maka sdh otomatis menggunakannya
Post a Comment
<< Home