Tuesday, May 24, 2011

Nunun, Persidangan In Absentia dan UN Convention

oleh Ari Juliano Gema

Pada tanggal 23 Mei 2011 lalu, Ketua KPK Busyro Muqoddas mengumumkan penetapan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Nunun selama ini berstatus sebagai saksi dalam kasus dugaan suap tersebut yang menjerat 26 politisi DPR 1999 – 2004 sebagai tersangka itu. Akan tetapi dengan alasan sakit, Nunun selalu mangkir dari panggilan KPK. Hingga saat ini keberadaannya juga belum jelas dimana. Bahkan diduga kuat saat ini Nunun berada di luar negeri.

Selanjutnya, menjadi pertanyaan umum, bagaimana jika KPK tidak berhasil juga menghadirkan Nunun untuk diperiksa sebagai tersangka? Apakah mungkin menggelar persidangan tanpa kehadiran Nunun?

Persidangan in Absentia

Nunun diduga melakukan tindak pidana suap sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf (b) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Korupsi). Menurut Pasal 38 UU Pemberantasan Korupsi, dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.

Dengan demikian, jelas bahwa UU Pemberantasan Korupsi mengenal adanya pemeriksaan dalam persidangan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia). Ada dua hal yang menjadi syarat dilakukannya persidangan in absentia, yaitu terdakwa harus telah dipanggil secara sah dan terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang sah.

Apabila Nunun tidak hadir di persidangan meski telah dipanggil secara sah, dan majelis hakim menilai bahwa alasan ketidakhadiran Nunun di persidangan tersebut tidak sah, maka persidangan in absentia dapat digelar. Namun, mungkin saja Nunun tidak hadir setelah dipanggil secara sah dengan alasan sakit, dan majelis hakim menilai alasan sakitnya tersebut adalah alasan yang sah, maka persidangan in absentia tidak dapat digelar.

UN Convention

Meski undang-undang memungkinkan dilakukan persidangan in absentia, namun tentu kita sangat berharap Nunun bisa dihadirkan dalam persidangan. Keterangan dari Nunun sangat penting dalam upaya mengungkap aktor utama dibalik kasus tersebut.

Untuk itu kita sangat berharap KPK dapat mengoptimalkan kerjasama dengan lembaga penegak hukum di luar negeri dalam upaya mencari dan menghadirkan Nunun di persidangan. Hal ini bukanlah hal yang mustahil mengingat Indonesia dan banyak negara lainnya telah menandatangani dan meratifikasi United Nations Convention Against Corruption 2003 (UN Coventions), yang mendorong kerjasama antara negara dalam menanggulangi tindak pidana korupsi.

Apabila Nunun ternyata diketahui berada di suatu negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, masih ada harapan apabila negara tersebut telah menandatangani dan meratifikasi UN Convention tersebut. Pasal 44 UN Convention menyebutkan bahwa apabila ada permintaan ekstradisi dari suatu negara yang menjadi pihak dalam UN Convention kepada negara pihak yang lain namun tidak ada perjanjian ekstradisi di antara mereka, maka negara pihak tersebut dapat mempertimbangkan UN Convention tersebut sebagai dasar hukum melakukan ekstradisi tersebut.

Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home