Thursday, October 06, 2005

Menyoal Peran Wakil Presiden*
by Ari Juliano Gema


Peran Megawati Sukarno Putri sebagai Wakil Presiden RI saat ini sedang dalam sorotan. Banyak kalangan menilai Megawati tidak berbuat apa-apa untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa saat ini, terutama pada saat Presiden Abdurrahman Wahid sedang tidak berada di dalam negeri. Ini membuat sebagian besar masyarakat mempertanyakan bagaimana sesungguhnya kedudukan wakil presiden dalam sistem ketatanegaraan kita, dan bagaimana masyarakat dapat mengetahui bahwa seorang Wakil Presiden telah melaksanakan tugasnya dengan baik?

Kedudukannya Dalam Ketatanegaraan

Dalam UUD 1945 pasal 4 ayat 2 menyebutkan bahwa "Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden" dan menurut pasal 6 ayat 2 "Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak". Kemudian pasal 8 menentukan bahwa "Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Dalam Penjelasan UUD 1945 itu sendiri tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai lembaga Wakil Presiden serta bidang tugasnya.

Ketetapan MPR No. VI/1973 juncto Ketetapan MPR No. III/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dan/atau Antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara pada pasal 8 ayat 1 dan 2 menggariskan bahwa "Presiden ialah penyelenggara kekuasaan pemerintahan negara tertinggi dibawah Majelis, yang dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden" dan "Hubungan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden diatur dan ditentukan oleh Presiden dibantu oleh Wakil Presiden".

Pengaturan dalam UUD 1945 dan TAP MPR ini memperlihatkan beberapa hal. Pertama, keberadaan lembaga Wakil Presiden merupakan amanat dari konstitusi, yang dipilih dan diangkat oleh MPR bersamaan dengan Presiden, namun bidang tugasnya tidak diatur dengan jelas dan tegas oleh konstitusi.

Kedua, UUD 1945 hanya mengatur mengenai kondisi dimana Presiden berhalangan tetap tapi tidak ada pengaturan apabila Presiden berhalangan sementara.

Ketiga, TAP MPR menentukan bahwa Wakil Presiden hanya membantu Presiden dalam fungsinya menjalankan kekuasaan pemerintahan (eksekutif), namun tidak jelas apakah Wakil Presiden harus berinisiatif untuk membantu atau menunggu dimintakan bantuannya oleh Presiden.

Keempat, TAP MPR tidak jelas menentukan bagaimana sebenarnya bentuk pengaturan dari hubungan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dan ditentukan oleh Presiden dibantu oleh Wakil Presiden itu. Ini menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya.

Praktek Saat Ini

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Presiden Suharto pada saat mengumumkan Kabinet Pembangunan II pada tanggal 27 Maret 1973, memberikan tugas kepada Wakil Presidennya untuk memperhatikan secara khusus, menampung masalah-masalah dan mengusahakan pemecahan masalah yang perlu, yang menyangkut bidang tugas kesejahteraan rakyat, serta melakukan pengawasan operasional pembangunan dengan bantuan departemen-departemen, dalam hal ini adalah inspektur jenderal departemen-departemen yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan ini diwujudkan dengan dibukanya Tromol Pos 5000.

Presiden Abdurrahman Wahid pada pidato sambutannya seusai pengumuman susunan Kabinet Persatuan Nasional pada tanggal 26 Oktober 1999 mengatakan bahwa Wakil Presiden Megawati Sukarno Putri diberikan amanat untuk mengurusi masalah Hak Asasi Manusia, Lingkungan Hidup, Irian Jaya, Aceh dan Maluku.

Dari dua peristiwa di atas menunjukan bahwa pengaturan hubungan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden, yang memberi peran dan tugas pada Wakil Presiden, hanya dibuat dalam bentuk pidato kepresidenan, yang sama sekali tidak memiliki kekuatan dan kepastian hukum apapun. ini membuat kita tidak dapat memberikan penilaian secara obyektif apakah seorang Wakil Presiden telah melakukan tugasnya dengan baik atau tidak. Padahal apabila ada ketentuan hukum yang mengaturnya lembaga-lembaga negara lainnya serta masyarakat pada umumnya dapat meminta pertanggungjawaban secara hukum, apabila terbukti Wakil Presiden lalai melaksanakan tugasnya.

Melihat kondisi saat ini, terutama pada saat Presiden melakukan kunjungan ke luar negeri tidak membuat Megawati sebagai Wakil Presiden memiliki inisiatif untuk melakukan usaha-usaha mengatasi persoalan-persoalan bangsa yang telah diamanatkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid, dan masyarakat pada umumnya hanya dapat melakukan kritik terhadap kinerja Megawati tanpa bisa meminta pertanggungjawaban berdasarkan suatu ketentuan hukum tertentu.

Harus Dibuat Pengaturannya

Keadaan ini mendesak untuk segera dilakukannya langkah-langkah sebagai berikut: pertama, apabila sedang mengadakan kunjungan ke luar negeri atau berhalangan untuk sementara waktu, Presiden harus membuat Keputusan Presiden yang berisi penugasan kepada Wakil Presiden untuk melakukan usaha-usaha yang perlu dilakukan dalam kapasitasnya mewakili Presiden sebagai kepala pemerintahan (eksekutif). Hal ini perlu dilakukan agar bisa dilakukan penilaian obyektif terhadap kinerja Wakil Presiden atas pelaksanaan tugas yang diemban berdasarkan Keppres tersebut.

Kedua, Untuk kepastian hukum, perlu dipikirkan untuk mengatur dalam Ketetapan MPR mengenai bentuk produk hukum dari pengaturan hubungan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden.

Ketiga, sejalan dengan semangat pembaharuan UUD 1945, kiranya perlu dipikirkan untuk menambahkan suatu klausula dalam pengaturan hubungan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden, yaitu apabila Presiden berhalangan sementara, maka tugas-tugas Presiden sebagai kepala pemerintahan dilaksanakan oleh Wakil Presiden berdasarkan suatu ketentuan hukum tertentu, keputusan presiden misalnya.


* Artikel ini ditulis pada tahun 1999, saat penulis bekerja sebagai staf peneliti si CSIS

1 Comments:

At 8/10/05 00:22, Blogger Adianto Wibisono said...

Setelah diperbaharui undang-undangnya sekarang gimana Jo ? Ngga tertarik untuk nulis lagi dan mengomentari SBY-JK ?

 

Post a Comment

<< Home